Di dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 disebutkan bahwa pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas
sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Yang dimaksud dengan
asas sederhana adalah agar ketentuan-ketentuan pokoknya, maupun prosedurnya
dengan mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama pada
pemegang hak atas tanah. Asas aman, adalah untuk menunjukkan bahwa pendaftaran
tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat
memberi jaminan kepastian hukum, sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah.
Yang dimaksud dengan asas
terjangkau, adalah memperhatikan kemampuan pihak-pihak yang berkepentingan
yaitu keterjangkauan pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan
kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah.
Yang dimaksud dengan asas mutakhir,
adalah menentukan data pendaftaran tanah secara terus-menerus dan
berkesinambungan sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu
sesuai dengan keadaan nyata di lapangan. Sedangkan asas terbuka adalah agar
publik dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar di setiap saat,
jadi merupakan pelaksanaan dari fungsi informasi.
Menurut Bismar Nasution prinsip
keterbukaan di pasar modal adalah untuk menciptakan mekanisme pasar yang
efisien. Karena dengan diterapkannya kewajiban keterbukaan dalam pasar modal
dapat menghindarkan atau minimal kejadian yang dapat menimbulkan akibat buruk
bagi investor publik. Namun, sayangnya hingga saat ini
prinsip keterbukaan tersebut belum dapat dilaksanakan oleh kantor Badan
Pertanahan Nasioanal, sehingga masyarakat yang hendak melakukan pendaftaran hak
atas tanah untuk pertama kalinya masih mengalami berbagai kendala dalam memohon
pendaftaran hak atas atas tanahnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2004 tentang Sumber Daya Air menerangkan bahwa azas transportasi mengandung
pengertian bahwa pengolahan sumber daya air dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggung-jawabkan.
Sistem pendaftaran tanah, adalah
mempermasalahkan tentang apa yang harus didaftar, bentuk penyimpanan dan
penyajian data yuridis, serta bentuk tanda buktinya. Terdapat dua macam sistem
pendaftaran tanah yaitu, .Sistem Pendaftaran tanah atau Registration of Deeds
dan Sistem Pendaftaran Hak atau Registration of Titles.
Dalam
hal Sistem pendaftaran akta maupun sistem pendaftaran hak, setiap pemberian
atau penciptaan hak baru, serta pemindahan dan pembebanannya dengan hak lain, maka
harus dibuktikan dengan suatu akta. Dalam akta tersebut dimuat data yuridis
tanah yang bersangkutan yaitu mengenai apa perbuatan hukumnya, haknya, penerimaan
haknya, dan hak apa yang dibebankan, yang kemudian akta didaftar oleh Pejabat
Pendaftaran Tanah.
Pada sistem pendaftaran akta, Pejabat Pendaftaran Tanah bersikap pasif.
Artinya, Pejabat Pendaftaran Tanah tidak melakukan pengujian kebenaran data
yang disebut dalam akta yang didaftar. Jadi, di dalam sistem pendaftaran akta,
jika terjadi perubahan, wajib dibuatkan akta sebagai buktinya. Maka dalam
sistem pendaftaran akta, jika terjadi perubahan, wajib dibuatkan akta sebagai
buktinya. Maka dalam sistem pendaftaran akta, data yuridis yang diperlukan
harus dicari dalam akta-akta yang bersangkutan. Apabila terjadi cacat
hukum pada suatu akta yang dibuat kemudian. Sedangkan untuk memperoleh data
yuridis, harus dilakukan dengan cara title
search yang memakan waktu yang relatif lama, di samping dana yang lebih banyak,
karena diperlukan campur tangan dari ahli.
Sistem pendaftaran hak, dikenal juga
Torrens System, bukan aktanya yang didaftar, tetapi haknya yang diciptakan dan
perubahan-perubahannya kemudian. Meskipun akta tetap merupakan sumber datanya.
Jadi, di dalam sistem pendaftaran hak terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
dibuatkan suatu daftar isian. Pada sistem pendaftaran hak, pejabat pendaftaran
tanah akan melakukan pengujian kebenaran data, yaitu sebelum dilakukan
pendaftaran hak di dalam buku tanah. Jadi, pejabat pendaftaran tanah, dalam hal
ini bersikap aktif.
Bagaimanapun sistem pendaftaran
tanah yang dilakukan, hukum melindungi kepentingan orang sebagai pemegang bukti
hak berdasarkan data yang disajikan kegiatan pendaftaran tanah, yaitu dapat
dilihat dari sistem publikasi yang dianut dalam penyelenggaraan pendaftaran
tanah.
Penyelenggaraan pendaftaran tanah,
ada dikenal dua sistem publikasi, yaitu sistem publikasi positif dan sistem
publikasi negatif. Sedangkan, yang dimaksud dengan sistem publikasi positif,
yaitu sistem yang menggunakan sistem pendaftaran hak, di mana buku tanah
sebagai bentuk penyajian data yuridis, dan sertifikat hak sebagai tanda bukti
hak. Untuk mengikuti siapa pemegang hak, yaitu dengan melihat nama siapa yang
terdaftar dan bukan perbuatan hukumnya.
Sedangkan sistem publikasi negatif,
adalah yang menitik beratkan pada sahnya perubahan hukum yang dilakukan untuk
kemudian dapat menentukan peralihan haknya. Dalam situasi demikian, meskipun
pendaftaran sudah dilakukan tetapi masih terbuka kemungkinan timbulnya gugatan
jika pemegang hak yang sebenarnya dapat membuktikannya.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, menganut sistem publikasi negatif
yang berunsur positif. Jadi sistem yang digunakan adalah bukan sistem negative
murni. Pemerintah sebagai penyelenggara pendaftaran tanah, harus berusaha
sedapat mungkin untuk menyajikan data yang benar dalam buku tanah dan peta
pendaftaran, selama tidak terdapat pembuktian yang lain, maka data yang
terdapat dalam buku tanah dan yang ada pada pendaftaran merupakan data yang
dianggap benar dan dinyatakan sah. .Menurut ”Muntoha Mantan Kepala Jawatan
Pendaftaran Tanah, Departemen Agraria, menyatakan bahwa sistem pendaftaran
tanah di Indonesia sekarang adalah sistem negatif dengan bertendensi positif”.
Artinya dengan sistem negatif yang bertendensi positif tersebut, jika pada
keterangan-keterangan yang ada, terdapat ketidakbenaran fakta, maka dapat
diubah dan disesuaikan dengan keadaan sebenarnya.

