Selasa, 03 Juni 2014

TENTANG PERJANJIAN BAKU



Perjanjian Baku
Perjanjian baku dialih bahasakan dari istilah yang dikenal dalam bahasa Belanda yaitu “standard contract” atau “standard voorwaarden”. Di luar negeri belum terdapat keseragaman mengenai istilah yang dipergunakan untuk perjanjian baku. Kepustakan Jerman mempergunakan istilah “Allgemeine Geschafts Bedingun”, “standard vertrag”, “standaardkonditionen”. Dan Hukum Inggris menyebut dengan “standard contract”. Mariam Darus Badruzaman (1994: 46), menerjemahkannya dengan istilah “perjanjian baku”, baku berarti patokan, ukuran, acuan. Olehnya jika bahsa hukum dibakukan, berarti bahwa hukum itu ditentukan ukurannya, patokannya, standarnya, sehingga memiliki arti tetap yang dapat menjadi pegangan umum.
Sehubungan dengan sifat massal dan kolektif dari perjanjian baku “Vera Bolger” menamakannya sebagai “take it or leave it contract”. Maksudnya adalah jika debitur menyetujui salah satu syarat-syarat, maka debitur mungkin hanya bersikap menerima atau tidak menerimanya sama sekali, kemungkinan untuk mengadakan perubahan itu sama sekali tidak ada. Perjanjian baku dapat dibedakan dalam tiga jenis:
  1. Perjanjian baku sepihak, adalah perjanian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak yang kuat dalam hal ini ialah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai posisi kuat dibandingkan pihak debitur. Kedua pihak lazimnya terikat dalam organisasi, misalnya pada perjanjian buruh kolektif.
  2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah, ialah perjanjian baku yang mempunyai objek hak-hak atas tanah. Dalam bidang agraria misalnya, dapat dilihat formulir-formulir perjanjian sebagaimana yang diatur dalam SK Menteri Dalam Negeri tanggal 6 Agustus 1977 No. 104/Dja/1977, yang berupa antara lain akta jual beli, model 1156727 akta hipotik model 1045055 dan sebagainya.
  3. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat, terdapat perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan notaris atau advokat yang bersangkutan, yang dalam kepustakaan Belanda biasa disebut dengan “contract model”.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa secara yuridis, perjanjian memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Hal ini berarti bahwa pihak yang mengadakan perjanjian diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian dan mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian yang mereka adakan. (Subekti, 1997: 13).
Kebebasan berkontrak dalam kaitannya dengan perjanjian baku yang merupakan bahasan dari makalah ini dilatar belakangi oleh keadaan, tuntutan serta perkembangan dewasa ini, terlebih dalam dunia bisnis yang hampir disetiap bidangnya tidak lepas dari aspek transaksi ataupun perjanjian. Dalam kondisi tersebut, timbul suatu pertanyaan yang sekaligus menjadi permasalahan dalam makalah ini bahwa apakah perjanjian baku tersebut dapat dikatakan memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian khusus kaitannya serta hubungan dengan asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian, atau dengan kata lain apakah perjanjian baku (standard contract) bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak.
Kaitannya dengan pertanyaan/masalah tersebut, bahwa unsur yang menjadi syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata ada empat, yaitu :
a.       Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya;
b.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c.       Suatu hal yang tertentu;
d.      Suatu sebab yang halal.
Kesepakatan mereka (para pihak) mengikatkan diri adalah merupakan asas esensial dari hukum perjanjian, yang juga biasa disebut dengan asas konsensualisme, yang menentukan “ada”nya perjanjian. Asas kebebasan ini juga tidak hanya terdapat atau milik KUH Perdata saja, akan tetapi asas ini berlaku secara universal, bahkan asas ini juga dikenal dalam hukum Inggris. Asas konsensualisme yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUH Perdata mengandung arti “kemauan” (will) para pihak untuk saling berprestasi, ada kemauan untuk saling mengikat diri. Kemauan ini membangkitkan (vertrouwen) bahwa perjanjian itu dipenuhi.
Asas kebebasan berkontrak juga berkaitan erat dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan “apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu diadakan. Dan perjanjian yang dibuat trsebut sesuai dengan pasal 1320 KUH Perdata ini mempunyai kekuatan mengikat. Meninjau masalah “ada” dan “kekuatan mengikat” pada perjanjian baku, maka secara teoretis yuridis perjanjian tersebut (standard contract) tidak memenuhi elemen-elemen yang dikehendaki Pasal 1320 jo 1338 KUH Perdata. Dikatakan demikian sebab jika melihat bahwa perbedaan posisi para pihak ketika perjanjian baku diadakan tidak memberikan kesempatan para debitur untuk mengadakan “real bergaining” dengan pengusaha (kreditur). Debitur dalam keadaan ini tidak mempunyai kekuatan untuk mengutarakan kehendak dan kebebasan dalam menentukan isi perjanjian baku tersebut, dan hal ini bertentangan dengan pasal 1320 jo 1338 KUH Perdata di atas.

Dalam melihat permasalahan ini terdapat dua paham bahwa apakah perjanjian baku tersebut melanggar asas kebebasan berkontrak atau tidak. Paham pertama secara mutlak memandang bahwa perjanjian baku bukanlah suatu perjanjian, sebab kedudukan pengusaha di dalam perjanjian adalah seakan-akan sebagai pembentuk undang-undang swasta. Syarat-syarat yang ditentukan pengusaha di dalam perjanjian itu adalah undang-undang bukan perjanjian. Paham kedua cenderung mengemukakan pendapat bahwa perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian, berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu. Dengan asumsi bahwa jika debitur menerima dokumen suatu perjanjian itu, berarti ia secara sukarela setuju pada isi perjanjian tersebut.

PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA VS AUSTRALIA VS STOCKHOLM




Sejak kita duduk di bangku SD pasti kita sudah mengenal pribahasa "Buku adalah jendela dunia" sering kita menjumpai tulisan tersebut didinding koridor sekolah ataupun didinding perpustakaan. Dengan banyak membaca kita semakin banyak mendapat ilmu pengetahuan. Semakin bertambahnya usia kita, semakin tinggi jenjang pendidikan kita pasti juga berpengaruh terhadap selera atau minat tema buku bacaan kita. Pada usia SD biasanya kita lebih suka buku dongeng cerita rakyat, kemudian semakin bertambahnya usia beberapa diantara kita lebih suka membaca buku tentang bisnis, hukum, teknik, kesehatan dan lainnya. Tempat surganya buku tidak lain adalah Perpustakaan, selain toko buku tentunya. Akan tetapi pada jaman sekarang banyak diantara kita kurang memiliki minat membaca buku diperpustakaan, karena sekarang kita dapat mengakses buku diperpustakaan digital tanpa harus pergi keluar rumah. Di Indonesia sendiri ada kurang lebih 309 perpustakaan online yang bisa kita akses setiap saat, informasi tentang perpustakaan Indonesia kita bisa baca diwebsite Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (www.pnri.go.id ). Tapi ada kalanya kita merindukan suasana membaca di perpustakaan, melihat deretan buku-buku, melihat orang-orang menikmati buku bacaannya, suasana tenang ruang perpustakaan mempunyai rasa tersendiri tentunya. 

Pada tulisan saya kali ini saya ingin menunjukkan wajah Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan Perpustakaan Nasional  Australia (National Library of Australia), . Rasa kagum saya tujukan pada Perpustakaan Nasional Australia, dari mulai wujud bangunan, interior, hingga kekayaan buku didalamnya. Pemerintah Australia saya rasa benar sungguh-sungguh menaruh perhatian terhadap ini. 

Ini wajah Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) kita tercinta 





*picture source : indra-write.blogspot.com


Ini wajah Perpustakaan Nasional Australia

Ini National Library of Australia yang di Canberra








*picture source : www.adonline.id.au

Ini State Library of New South Wales di Sydney






Ini State Library of Victoria di Melbourne 















( WOWww...!!!!)


Tambahan, yang berikut ini Stockholm Public Library




* Ini yang disebut mahakarya manusia :)








*Dinding pengetahuan, saya kira perpustakaan paling mengagumkan itu hanya milik Do Min Joo di drama Man From The Star, ternyata ini ada dikehidupan nyata.

Semoga Indonesia memiliki perpustakaan seperti ini.



TENTANG KONTRAK




JENIS-JENIS KONTRAK

Para ahli dibidang kontrak tidak ada kesatuan pandangan tentang pembagian kontrak. Ada ahli yang mengkajinya dari sumber hukumnya, namanya, bentuknya, aspek kewajibannya maupun aspek larangannya. Jenis-jenis kontrak berdasarkan pembagian tersebut adalah :

Kontrak menurut sumbernya ( Sudikno Mertokusumo, 1987: 11 )
Kontrak berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan kontrak yang didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Kontrak menurut sumber hukumnya digolongkan menjadi 5 macam yaitu :
a.      Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya perkawinan.
b.     Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik.
c.       Perjanjian obligator, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban.
d.      Perjanjian yang bersumber dari hukum acara ( bewijsovereenkomst )
e.      Perjanjian yang bersumber dari hukum publik.

Kontrak menurut namanya ( Pasal 1319 KUH Perdata; Artikel 1355 NBW ). Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1319 KUH Perdata dan Arikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 KUH Perdata dan Arikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat (tidak bernama). Yang termasuk dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pemberian kuasa, penanggungan utang. Sedangkan kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal dalam KUH Perdata, yang termasuk dalam kontrak innominaat adalah leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya.

Kontrak menurut bentuknya ( Pasal 1320 KUH Perdata; Pasal 1682 KUH Perdata ). Kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kontrak lisan dan tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan saja ( Pasal 1320 KUH Perdata ). Sedangkan kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Kontrak ini juga dibagi menjadi dua macam yaitu, dalam bentuk akta dibawah tangan dan akta notaris.

Kontrak timbal balik ( Vollmar, 1984: 130 ). Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang dilakukan kedua belah pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa-menyewa. Perjanjian timbal balik dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal balik tidak sempurna (senantiasa menimbulkan suatu kewajiban pokok bagi satu pihak, sedangkan pihak lainnya wajib melakukan sesuatu) dan yang sepihak (menimbulkan kewajiban bagi satu pihak saja).

Perjanjian cuma-cuma atau dengan alas hak yang membebani. Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi daripihak lainnya. Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian yang menurut hukum hanya menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan perjanjian, disamping prestasi pihak yang satu dan senantiasa ada prestasi ( kontra ) dari pihak lain, yang menurut hukum saling berhubungan.

Perjanjian berdasarkan sifatnya. Dibagi menjadi dua macam yaitu perjanjian kebendaan (perjanjian yang ditimbulkan oleh hak kebendaan, diubah untuk memenuhi perikatan) dan perjanjian obligator (perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari para pihak). Perjanjian dari sifatnya dibagi 2 macam yaitu, perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok adalah perjanjian utama yaitu perjanjian pinjam meminjam uang baik kepada individu maupun lembaga perbankan. Perjanjian accesoir merupakan perjanjian tambahan seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia.

Perjanjian dari aspek larangannya ( UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ). Penggolongan perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk membuat perjanjian yang bertentangan dengan UU, kesusilaan dan ketertiban umum disebabkan perjanjian itu mengandung praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Adapun perjanjian yang dilarang berdasar Undang-undang ini antara lain : Perjanjian oligopoli, perjanjian penetapan harga, perjanjian dengan harga berbeda, perjanjian dengan harga dibawah harga pasar, perjanjian memuat persyaratan, perjanjian pembagian wilayah, perjanjian pemboikotan, perjanjian kartel, perjanjian trust, perjanjian oligopsoni, perjanjian integrasi vertikal, perjanjian tertutup, perjanjian dengan pihak luar negeri.


SYARAT-SYARAT SAHNYA KONTRAK
Menurut KUH Perdata ( Civil Law ). Syarat sahnya perjanjian diatur didalam Pasal 1320 KUH Perdata atau Pasal 1365 buku IV NBW. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu :
1)   Adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan ini diatur dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Kesepakatan adalah persesuaian antara pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan:
a.       Bahasa yang sempurna dan tertulis.
b.      Bahasa yang sempurna secara lisan.
c.       Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan.
d.      Bahasa isyarat asal dapat diterima pihak lawannya.
e.       Diam dan membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.
2)  Kecakapan melakukan perbuatan hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum. Orang yang cakap dan berwenang adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah sudah berumur 21 tahun atau sudah kawin. Orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum, yaitu: anak di bawah umur, orang yang ditaruh di bawah pengampuan, istri. Akan tetapi dalam perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum.
3)      Adanya objek. Yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi, yaitu memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu.
4)      Adanya causa yang halal. Tidak bertentangan dengan UU, kesusilaan, dan ketertiban umum.

UNSUR-UNSUR KONTRAK
Unsur- unsur kontrak adalah sebagai berikut :
1)      Esensialia.
Yaitu unsur atau bagian yang pokok pada suatu kontrak. Bagian ini merupakan sifat yang harus ada di dalam perjanjian, sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta ( constructieve oordeel ).
2)      Naturalia.
Bagian ini merupakan sifat bawaan ( natuur ) perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacat dari benda yang dijual ( vrijwaring ).
3)      Aksidentialia.

Bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak.

KOMISI PEMILIHAN UMUM SEBAGAI LEMBAGA INDEPENDEN



Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) Sebagai Lembaga Negara yang Independen

Satu tahun setelah penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) tahun 1999, pemerintah bersama  DPR mengeluarkan UU No 4 Tahun 2000. Pokok isi dari UU No. 4/2000 adalah adanya perubahan penting, yaitu bahwa pada tahun 2004 penyelenggaraan pemilihan umum dilaksanakan oleh sebuah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang independen dan nonpartisan. Ketentuan mengenai Pemilu juga diatur dalam Pasal 22 E UUD 1945, yang berbunyi sebagai berikut :
1)     Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali
2)      Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat  Daerah
3)  Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat  Daerah adalah partai politik
4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan
5)    Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri
6)      Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang
Sifat independen dan nonpartisan KPU saat ini tercermin dari proses seleksi calon anggota KPU. Dari semua calon anggota KPU yang diajukan presiden kepada DPR untuk mendapat persetujuan, tidak satu pun yang berasal dari partai politik. Pada umumnya para calon berasal dari kalangan perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Secara lebih jelas persyaratan untuk menjadi anggota KPU secara lebih rinci adalah sebagai berikut :
  1. Sehat jasmani dan rohani
  2. Berhak memilih dan dipilih
  3. Mempunyai komitmen yang kuat terhadap tegaknya demokrasi dan keadilan
  4. Mempunyai integritas pribadi yang kuat, jujur dan adil
  5. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang politik, kepartaian, pemilu dan kemampuan kepemimpinan
  6. Tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik
  7. Tidak sedang menduduki jabatan politik dan jabatan struktural dalam jabatan pegawai negeri
KPU adalah lembaga yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Hal ini tercantum dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan UU tentang Pemilu. Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi :

                                                                                                  
a)      merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal;
b)  menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten/Kota,  PPK,PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
c)  menyusun dan menetapkan pedoman yang bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan berdasarkan peraturan perundang-undang, mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan;
d)     memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkannya sebagai  daftar pemilih;
e)      menerima daftar pemilih dari KPU Propinsi;
f)       menetapkan peserta Pemilu;
g)      menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Propinsi untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Hasil rekapitulasi penghitungan suara di tiap-tiap KPU Propinsi untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
h)   membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkan kepada saksi peserta Pemilu dan Bawaslu;
i)        menerbitkan Keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan mengumumkannya;
j)        menetapkan dan mengumumkan perolehan jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota untuk setiap partai politik peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
k)   mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terpilih dan membuat berita acaranya;
l)        menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan
m)   memeriksa pengaduan dan / atau laporan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU Propinsi, PPLN, dan KPPSLN
n)       menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Bawaslu;
o)      menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administrative kepada anggota KPU, KPU Propinsi, PPLN, dan KPPSLN, Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
p)  melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemuli dan/atau yang berkaitan dengan  tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat; 
q)      menetapkan kantor akuntan public untuk mengaudit dan kampanye dan mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;
r)       melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu;
s)       dan melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang;
Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden  meliputi:

a)      merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal;
b)   menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;
c)  menyusun dan menetapkan pedoman yang bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan berdasarkan peraturan perundang-undangan;
d)     mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan;
e)  memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkanya sebagai daftar pemilih;
f)       menerima daftar pemilih dari KPU Propinsi;
g)      menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang telah memenuhi persyaratan;
h)      menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Propinsi dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
i)    membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu dan Bawaslu;
j)        menerbitkan Keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan mengumumkannya;
k)      mengumumkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dan membuat berita acaranya;
l)        menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan;
m)    memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU Propinsi, PPLN, dan KPPSLN;
n)      menindaklanjuti dengan segera temuan dan laporan yang disampaikan oleh Bawaslu;
o)   menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi adminstrasi kepada anggota KPU, KPU Propinsi, PPLN, KPPSLN, Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya  tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
p)  melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat;
q)    menetapkan kantor akuntan public untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;
r)       melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu; 

s)       dan melaksankan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.

SENGKETA TANAH WARGA ACEH VS KORAMIL





Pengertian Sengketa Tanah
Akhir-akhir ini kasus pertanahan muncul ke permukaan dan merupakan bahan pemberitaan di media massa. Secara makro penyebab munculnya kasus-kasus pertanahan tersebut adalah sangat bervariasi yang antara lain :
·         Harga tanah yang meningkat dengan cepat.
·         Kondisi masyarakat yang semakin sadar dan peduli akan kepentingan / haknya.
·         Iklim keterbukaan yang digariskan pemerintah.
Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict of interest) di bidang pertanahan antara siapa dengan siapa, sebagai contoh konkret antara perorangan dengan perorangan; perorangan dengan badan hukum; badan hukum dengan badan hukum dan lain sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, guna kepastian hukum yang diamanatkan UUPA, maka terhadap kasus pertanahan dimaksud antara lain dapat diberikan respons / reaksi / penyelesaian kepada yang berkepentingan (masyarakat dan pemerintah). Menurut Rusmadi Murad, pengertian sengketa tanah atau dapat juga dikatakan sebagai sengketa hak atas tanah, yaitu : Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang atau badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. (http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/08/hukum-agraria-penyelesaian-sengketa.html)

Problem Pertanahan di Aceh Secara Umum
Problem pertanahan di Aceh sudah terjadi sejak dulu, dimana sejarah Aceh yang penuh konflik dan kekerasan yang di lakukan pemerintah Orde Lama dan Orde Baru serta Masa Reformasi telah banyak membungkam seluruh masyarakat Aceh yang di rampas hak kepemilikan tanahnya untuk kepentingan Pemodal Besar Asing dan juga Pemerintah.
Pasca MOU (Penandatanganan Damai RI-GAM) dan Tsunami, banyak warga masyarakat yang telah berani menyuarakan persoalan pertanahannya yang masih dirasakan kurang adil bagi mereka dan mengklaim kembali tanahnya, di berbagai daerah di Aceh persoalan tanah ini muncul apakah itu terkait dengan persoalan tanah masa lalu dan juga persoalan tanah pasca Tsunami, adapun persoalan tanah yang saat ini muncul ke permukaan di Aceh, adalah :
Sengketa warga dengan PT. BUMI FLORA di Aceh Timur, terkait kasus penyerobotan tanah dan pembebasan tanah warga yang dirasa tidak adil. Sengketa warga Ie Jerneuh, Trumon Timur, Aceh Selatan dengan POLRES Aceh Selatan, terkait dengan pembangunan Kompi BRIMOB di tanah warga yang di klaim sebagai milik POLRI. Sengketa warga desa Pulau Kayu, ABDYA dengan PEMKAB ABDYA, terkait dengan pembangunan perluasan Bandar Udara Kuala Batu di Pulau Kayu. Sengketa warga Suak Indrapuri, Meulaboh dengan TNI, terkait kasus pengklaiman tanah warga oleh TNI. Sengketa warga Meunasah Kulam, Aceh Besar dengan KORAMIL 05/KODIM, terkait dengan penyerobotan dan pengklaiman tanah warga oleh KORAMIL. Sengketa warga Lambaro Skep, Banda Aceh dengan KODAM terkait dengan penyerobotan tanah dan pengklaiman tanah oleh KODAM.
Sengketa warga Layeun, Aceh Besar dengan BRR, terkait dengan permintaan warga untuk pembebasan tanah Relokasi pembangunan rumah bantuan untuk korban Tsunami. Permasalahan pertanahan di Indonesia, telah di atur dalam peraturan pertanahan yang ada untuk memberikan keadilan bagi masyarakat, hal itu sesuai dengan Hak Asasi Manusia yang termasuk dalam Hak – Hak Ekonomi Sosial dan Budaya yaitu hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, hak atas pendidikan, hak atas pelayanan kesehatan yang memadai dan hak atas perumahan yang baik bagi kemanusiaan. Kesemua itu merupakan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya yang masih sangat umum, selain hak – hak diatas terdapat juga hak – hak ekonomi sosial dan budaya yang lain yang lebih khusus seperti hak atas penguasaan tanah baik secara pribadi dan kolektif ( hak atas tanah ulayat ), hak penguasaan atas tanah ini juga diakui oleh komunitas masyarakat internasional yang tertuang dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia yaitu dalam artikel 17 ayat (1) dan (2) : “Dimana setiap orang berhak atas memiliki harta benda baik secara sendiri-sendiri maupun bersama–sama dan tidak seorang pun boleh dirampas harta bendanya secara sewenang–wenang”.

Contoh Kasus :
Sengketa Tanah Antara Warga Meunasah Kulam, Aceh Besar dengan KORAMIL 05/KODIM, Terkait Dengan Penyerobotan dan Pengklaiman Tanah Warga Oleh KORAMIL
Analisis Kasus :
Kasus sengketa itu berawal ketika masyarakat korban tsunami berniat kembali membangun rumah mereka ditempat asalnya dengan bantuan NGO Internasional. Saat itulah, Koramil 05 mengklaim tanah tersebut aset Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sengketa tanah antara warga Meunasah Kulam, Aceh Besar dengan KORAMIL 05/KODIM, lebih dominan terhadap permasalahan proses pembebasan tanah untuk pembangunan kepentingan umum dan instansi militer, yang melakukan pemaksaan kehendak terhadap masyarakat untuk menyerahkan tanah yang menjadi hak milik nya kepada negara, tindakan ini merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia yang berkenaan dengan hak Sipil dan Politik dimana “setiap orang berkedudukan yang sama di depan hukum dan berhak mendapat perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun”. Konvenan Hak Sipil Politik ini telah di ratifikasi oleh Indonesia dengan Undang– undang nomor 12 tahun 2005 serta Undang – Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa “setiap orang berhak memiliki hak milik baik sendiri maupun bersama – sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum. Dan tidak seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenagwenang dan melawan hukum (pasal 36 ayat 1 dan 2)”. Dalam Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 di jelaskan bahwa negara tidak memiliki hak milik tetapi negara memiliki hak menguasai. Hak menguasai negara berarti Negara hanya sebagai pengatur secara administratif terhadap tanah di Negara Indonesia. Penjelasan umum II UUPA mengatakan bahwa “UUPA berpangkal pada pendirian bahwa untuk mencapai apa yang di tentukan oleh pasal 33 UUD tidak perlu dan tidak pada tempatnya bahwa Bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Adalah tepat jika Negara sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat Indonesia bertindak selaku badan penguasa”.
Pembebasan tanah oleh negara untuk kepentingan umum, seperti pembangunan Bandar Udara, Jalan Nasional, RSU, Kantor Instansi Pemerintah dan Militer harus berdasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 dengan merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006. Pembebasan tanah oleh Pemerintah untuk kepentingan umum juga harus melalui proses-proses pembayaran ganti rugi bagi warga dengan mengacu pada patokan harga tanah di daerah tersebut untuk menjamin keadilan bagi masyarakat karena masyarakat juga mempunyai hak atas tanah negara dan hak pengelolaan yang dapat di konversikan menjadi hak milik, hal ini di atur secara tegas dalam Permeneg Agraria/Kepala BPN 9/1999 tentang Tata Cara Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Selain itu juga berdasarkan Peraturan Pemerintah No.36 tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar dapat mengajukan hak milik dengan persyaratan melampirkan bukti dasar atau izin penggunaan tanah, disertai bukti pembayaran pajak atas nama yang bersangkutan, atau dokumen lain seperti girik, IPEDA, atau PBB. Apabila itu juga tidak ada maka dapat di ajukan dengan didasarkan pada kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama beberapa tahun lebih secara berturut-turut, dengan syarat penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh orang yang bersangkutan serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.
Hingga saat ini penyelesaian kasus sengketa tersebut masih mengambang, dan masih berlarut-larut hingga tiga tahun lebih. Hal tersebut menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap sengketa pertanahan yang terjadi di Aceh masih lemah. Seharusnya Tim Penyelesaian Sengketa Pertanahan Provinsi secepatnya menyelesaikan persoalan tanah tersebut demi terjaminnya hak-hak masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan.