Selasa, 03 Juni 2014

SENGKETA TANAH WARGA ACEH VS KORAMIL





Pengertian Sengketa Tanah
Akhir-akhir ini kasus pertanahan muncul ke permukaan dan merupakan bahan pemberitaan di media massa. Secara makro penyebab munculnya kasus-kasus pertanahan tersebut adalah sangat bervariasi yang antara lain :
·         Harga tanah yang meningkat dengan cepat.
·         Kondisi masyarakat yang semakin sadar dan peduli akan kepentingan / haknya.
·         Iklim keterbukaan yang digariskan pemerintah.
Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict of interest) di bidang pertanahan antara siapa dengan siapa, sebagai contoh konkret antara perorangan dengan perorangan; perorangan dengan badan hukum; badan hukum dengan badan hukum dan lain sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, guna kepastian hukum yang diamanatkan UUPA, maka terhadap kasus pertanahan dimaksud antara lain dapat diberikan respons / reaksi / penyelesaian kepada yang berkepentingan (masyarakat dan pemerintah). Menurut Rusmadi Murad, pengertian sengketa tanah atau dapat juga dikatakan sebagai sengketa hak atas tanah, yaitu : Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang atau badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. (http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/08/hukum-agraria-penyelesaian-sengketa.html)

Problem Pertanahan di Aceh Secara Umum
Problem pertanahan di Aceh sudah terjadi sejak dulu, dimana sejarah Aceh yang penuh konflik dan kekerasan yang di lakukan pemerintah Orde Lama dan Orde Baru serta Masa Reformasi telah banyak membungkam seluruh masyarakat Aceh yang di rampas hak kepemilikan tanahnya untuk kepentingan Pemodal Besar Asing dan juga Pemerintah.
Pasca MOU (Penandatanganan Damai RI-GAM) dan Tsunami, banyak warga masyarakat yang telah berani menyuarakan persoalan pertanahannya yang masih dirasakan kurang adil bagi mereka dan mengklaim kembali tanahnya, di berbagai daerah di Aceh persoalan tanah ini muncul apakah itu terkait dengan persoalan tanah masa lalu dan juga persoalan tanah pasca Tsunami, adapun persoalan tanah yang saat ini muncul ke permukaan di Aceh, adalah :
Sengketa warga dengan PT. BUMI FLORA di Aceh Timur, terkait kasus penyerobotan tanah dan pembebasan tanah warga yang dirasa tidak adil. Sengketa warga Ie Jerneuh, Trumon Timur, Aceh Selatan dengan POLRES Aceh Selatan, terkait dengan pembangunan Kompi BRIMOB di tanah warga yang di klaim sebagai milik POLRI. Sengketa warga desa Pulau Kayu, ABDYA dengan PEMKAB ABDYA, terkait dengan pembangunan perluasan Bandar Udara Kuala Batu di Pulau Kayu. Sengketa warga Suak Indrapuri, Meulaboh dengan TNI, terkait kasus pengklaiman tanah warga oleh TNI. Sengketa warga Meunasah Kulam, Aceh Besar dengan KORAMIL 05/KODIM, terkait dengan penyerobotan dan pengklaiman tanah warga oleh KORAMIL. Sengketa warga Lambaro Skep, Banda Aceh dengan KODAM terkait dengan penyerobotan tanah dan pengklaiman tanah oleh KODAM.
Sengketa warga Layeun, Aceh Besar dengan BRR, terkait dengan permintaan warga untuk pembebasan tanah Relokasi pembangunan rumah bantuan untuk korban Tsunami. Permasalahan pertanahan di Indonesia, telah di atur dalam peraturan pertanahan yang ada untuk memberikan keadilan bagi masyarakat, hal itu sesuai dengan Hak Asasi Manusia yang termasuk dalam Hak – Hak Ekonomi Sosial dan Budaya yaitu hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, hak atas pendidikan, hak atas pelayanan kesehatan yang memadai dan hak atas perumahan yang baik bagi kemanusiaan. Kesemua itu merupakan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya yang masih sangat umum, selain hak – hak diatas terdapat juga hak – hak ekonomi sosial dan budaya yang lain yang lebih khusus seperti hak atas penguasaan tanah baik secara pribadi dan kolektif ( hak atas tanah ulayat ), hak penguasaan atas tanah ini juga diakui oleh komunitas masyarakat internasional yang tertuang dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia yaitu dalam artikel 17 ayat (1) dan (2) : “Dimana setiap orang berhak atas memiliki harta benda baik secara sendiri-sendiri maupun bersama–sama dan tidak seorang pun boleh dirampas harta bendanya secara sewenang–wenang”.

Contoh Kasus :
Sengketa Tanah Antara Warga Meunasah Kulam, Aceh Besar dengan KORAMIL 05/KODIM, Terkait Dengan Penyerobotan dan Pengklaiman Tanah Warga Oleh KORAMIL
Analisis Kasus :
Kasus sengketa itu berawal ketika masyarakat korban tsunami berniat kembali membangun rumah mereka ditempat asalnya dengan bantuan NGO Internasional. Saat itulah, Koramil 05 mengklaim tanah tersebut aset Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sengketa tanah antara warga Meunasah Kulam, Aceh Besar dengan KORAMIL 05/KODIM, lebih dominan terhadap permasalahan proses pembebasan tanah untuk pembangunan kepentingan umum dan instansi militer, yang melakukan pemaksaan kehendak terhadap masyarakat untuk menyerahkan tanah yang menjadi hak milik nya kepada negara, tindakan ini merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia yang berkenaan dengan hak Sipil dan Politik dimana “setiap orang berkedudukan yang sama di depan hukum dan berhak mendapat perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun”. Konvenan Hak Sipil Politik ini telah di ratifikasi oleh Indonesia dengan Undang– undang nomor 12 tahun 2005 serta Undang – Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa “setiap orang berhak memiliki hak milik baik sendiri maupun bersama – sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum. Dan tidak seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenagwenang dan melawan hukum (pasal 36 ayat 1 dan 2)”. Dalam Undang – Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 di jelaskan bahwa negara tidak memiliki hak milik tetapi negara memiliki hak menguasai. Hak menguasai negara berarti Negara hanya sebagai pengatur secara administratif terhadap tanah di Negara Indonesia. Penjelasan umum II UUPA mengatakan bahwa “UUPA berpangkal pada pendirian bahwa untuk mencapai apa yang di tentukan oleh pasal 33 UUD tidak perlu dan tidak pada tempatnya bahwa Bangsa Indonesia ataupun Negara bertindak sebagai pemilik tanah. Adalah tepat jika Negara sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat Indonesia bertindak selaku badan penguasa”.
Pembebasan tanah oleh negara untuk kepentingan umum, seperti pembangunan Bandar Udara, Jalan Nasional, RSU, Kantor Instansi Pemerintah dan Militer harus berdasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 dengan merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006. Pembebasan tanah oleh Pemerintah untuk kepentingan umum juga harus melalui proses-proses pembayaran ganti rugi bagi warga dengan mengacu pada patokan harga tanah di daerah tersebut untuk menjamin keadilan bagi masyarakat karena masyarakat juga mempunyai hak atas tanah negara dan hak pengelolaan yang dapat di konversikan menjadi hak milik, hal ini di atur secara tegas dalam Permeneg Agraria/Kepala BPN 9/1999 tentang Tata Cara Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Selain itu juga berdasarkan Peraturan Pemerintah No.36 tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar dapat mengajukan hak milik dengan persyaratan melampirkan bukti dasar atau izin penggunaan tanah, disertai bukti pembayaran pajak atas nama yang bersangkutan, atau dokumen lain seperti girik, IPEDA, atau PBB. Apabila itu juga tidak ada maka dapat di ajukan dengan didasarkan pada kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama beberapa tahun lebih secara berturut-turut, dengan syarat penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh orang yang bersangkutan serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.
Hingga saat ini penyelesaian kasus sengketa tersebut masih mengambang, dan masih berlarut-larut hingga tiga tahun lebih. Hal tersebut menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap sengketa pertanahan yang terjadi di Aceh masih lemah. Seharusnya Tim Penyelesaian Sengketa Pertanahan Provinsi secepatnya menyelesaikan persoalan tanah tersebut demi terjaminnya hak-hak masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar